credit to Freepik |
Salah satu kisah yang masih saya ingat adalah tentang Gajah yang terlambat ke sekolah. Waktu itu ceritanya Si Gajah ini harus menempuh perjalanan jauh melewati sawah dan sungai untuk sampai ke sekolah. Di tengah sungai, buku tulis Si Gajah tergelincir dari belalainya dan basahlah semua tulisan tangan Si Gajah. Akhirnya Si Gajah terlambat ke sekolah dan mendapatkan omelan dari Bu Guru Gajah. Ngomong-ngomong, memangnya gajah bisa menulis? Yaa namanya juga anak kecil, imajinya masih ga jaim, blak-blakan apa adanya.
Hingga sekarang pun, sebenarnya saya masih suka berkhayal dan mengarang cerita sendiri. Tapi frekuensinya mulai berkurang. Mungkin karena saya sudah dewasa, dan mulai paham batasan antara realita dan imaji. Saya hanya berkhayal jika mata sudah tidak tahan ingin merem, tapi badan masih segar bugar. Namun seringnya, saat menyentuh kasur dan guling, saya langsung tepar tanpa syarat, tidak sempat berandai-andai. Dalam hitungan satu, dua, ti....
Saya sudah ketiduran.
Semudah itu saya ketiduran, seperti kisah putri tidur yang dikutuk oleh penyihir jahat. Bagaimana jika benar putri tidur itu benar-benar ada? Tapi alih-alih terbangun dan hidup berbahagia setelah dicium pangeran tegap tampan berkuda, si putri ini justru ditakdirkan bersanding dengan pangeran kodok. Iya, seekor kodok yang akan berubah wujud menjadi pangeran jika suatu hari dicium oleh wanita.
Bagaimana?
Si putrinya nunggu dicium, pangeran kodoknya juga nunggu dicium. Putrinya tidur terus, pangerannya jadi kodok terus. Rauwis-uwis.
Tamat.
Karena sebenarnya akhir bahagia itu tidak ada.
Jika bahagia, maka tidak berakhir.
0 komentar